Sabtu, 18 Juni 2011

dahulu, kemarin, esok dan selanjutnya :)

Waktu anak-anak ketika main kereta-kereta apian dengan teman-teman
Mau kemana Bu?

Saya mau ke Siantar Pak, habis itu ke Medan, lalu ke Jakarta. Dari Jakarta mau ke Amerika, trus kutub utara.
(waktu kecil taunya habis Raya itu Siantar, habis Siantar itu Medan, lalu Jakarta, Amerika dan ujungnya adalah kutub utara ).


Waktu SMU
Kau mau kuliah di mana?
Aku mau di Jawa, tapi yang pasti ngga Jakarta. Aku pilih Bandung sajalah, katanya alamnya kayak di Raya

Waktu kuliah
Ah, aku kalau kerja nanti ngga mau di Jakarta. Jakarta panas, keras dan blablabla…..

Sesudah bekerja
Jakarta daku sudah disini, sedang berjuang mengarungimu, ah tepatnya mengarungi perjalanan hidup di tempat yang sejak kecil sudah kutau. Di tempat yang waktu kuliah tak pernah ku rindu. Di tempat yang kata orang lautan mimpi, di tempat…. (silahkan diisi sendiri :P)



Lalu selanjutnya?
Dahulu kala di Raya, kemarin ada di Bandung, hari ini di Jakarta, esok (mungkin Amerika, hahaha amen) dan seterusnya adalah misteri-Nya.. Daku membuat rencana, selanjutnya Allah yang berkehendak. Daku membuat rencana namun kupercaya dimanapun Dia yang selalu memelihara. Tak ku tau kan hari esok, namun langkahku tetap .

Panggilan Sayangnya Gelan

Tepatnya semalam saya punya banyak rencana untuk mengisi waktu begitu tiba di kosan. Mulai dari melanjutkan rajutan syal yang tak kunjung selesai, membaca buku “outliers” ,menonton DVD. Ya,saya tau tidak memungkinkan untuk melakukannya dalam satu malam ketiga hal yang menyita waktu ini. Dan karena bingung mau melakukan yang mana dulu tak satupun yang saya kerjakan. Hahaha . Terakhir yang saya lakukan adalah membuka foto-foto lama dan saya menemukan foto-foto ini.
sangar yaa? ini mereka lagi menuggu jeruk yang saya lempar ^^



Ketiga ekor anjing tersebut adalah anjing yang dipelihara di rumah kami. Dimulai dari mama yang memiliki kecintaan kepada hewan peliharaan, akhirnya hal tersebut turun pada saya juga adik-adik saya. Seringnya yang kami pelihara adalah kucing dan anjing. Bisa dipastikan di rumah Bisa ditemukan ada kedua ekor hewan lucu-lucu itu, atau kadang hanya satu spesies saja :P. Alasan lain dirumah sering dipelihara binatang khususnya anjing, adalah, saya tinggal di kompleks perumahan yang tidak rame (layaknya kompleks di kota saya) #tsaaahh sudah jadi kota saudara :P. Orangtua saya bekerja dari pagi sampai sore, jadi mungkin mereka berfikir dengan adanya hewan peliharaan, lebih aman bagi kami (waktu masih kecil) ditinggal di rumah. Dan akhirnya memelihara hewan peliharaan menjadi kebiasaan di rumah 
Saya pribadi lebih senang anjing daripada kucing. Entah kenapa saya merasa lebih aman bermain dengan anjing dari pada kucing. Hal ini mungkin dikarenakan, teman saya dulu waktu kecil begitu mencintai kucing sampai tidur bareng dengan kucing. Keeratan hubungannya dengan kucing , membuat dia penyakitan, gampang sesak, mukanya memerah kalau kepanasan. Melihat kondisi tersebut, sejak kecil saya membatasi diri dengan kucing. Di rumah kucing mendapat prioritas nomer dua. Hahahaa.
Setiap hewan peliharaan di rumah selalu kami beri nama, kucing namanya ganti-ganti, mulai dari manis, putih dll (saya tidak begitu ingat). Dan anjing selalu kami beri nama yang sama Gelan (untuk jantan) dan Gelanda (untuk betina). Dulu pernah ada tiga ekor, dua jantan satu betina, kedua jantan tersebut dipanggil gelan. Dan kami tidak mengalami kesulitan untuk membedakannya (karena warna kulitnya berbeda-beda :P).
Satu kisah yang paling saya ingat pengalaman bersama Gelan adalah ketika saya kelas enam SD. Pergi dan pulang sekolah pasti diantar dan dijemputnya di depan pintu rumah. Tak diizinkanya saya menyantap makan siang terlebih dahulu tanpa membelainya. Dan saya sangat mengasihi si gelan ini. Sering mandiin (padahal dulu saya kadang malas mandi :P). dan member makan adalah tugas saya dan adik saya.
Suatu ketika di senja hari, saya dan adik pergi ke warung yang tidak begitu dekat dari rumah dan melewati jalan raya. Tanpa kami sadari si Gelan ternyata, meng-ekor dari belakang. Ketika saya dan adik mau menyebrang jalan, dia juga ikut-ikutan dari belakang. Namun dia kalah cepat, dari ujung jalan ada truk besar yang melaju kencang dan melindas tubuhnya. Sontak saat itu, saya dan adik langsung kaget dan melihat ke belakang. Kami mendengar suara anjing meraung-raung dan tiba-tiba berhenti.
Dan saya melihat Gelan terbaring lemah. Darah mengalir dari tubuhnya, dan terlihat ia begitu kesakitan. Saat itu juga saya langsung berlari mendapatkan gelan. Saya menangis melihat tubunya yang sudah terdiam kaku. Saya mengangkatnya ke pinggir. Saya menangis, sangat menangis. Saat itu Ibu saya pulang dari tempat kerja dan melihat kami di sana. Langsung menghampiri kami dan mengangkat tubuh gelan. Kami menguburkannya di tanah kosong yang tidak jauh dari rumah. Saat itu saya sungguh kesal kepada supir truk yang penabrak dan tidak bertanggungjawab itu. Sepanjang malam saya menangis. Yah, saya merasa kehilangan sahabat. Ibu saya sampai heran dan berkata, “ udahlah Kak, nanti kita cari lagi pengganti Gelan. Kamu jangan nagis terus. Masak kamu lebih nangis si gelan meninggal daripada waktu Oppung meninggal?”. Saya tidak ingat apakah saya langsung diam atau tidak saat itu, namun yang saya ingat hampir satu Minggu saya kesal pada si supir tabrak lari itu. X-(
Dan tidak lama setelah itu akhirnya kami punya anjing baru lagi. Dan mulai harus diajari lagi. Mulai dari makan, buang hajat agar tidak sembarangan, cara menangkap makanan yang seru (ala saya dan adik-adik :P).
(ini si gelan yang ketabrak ituhh :()


PS: Semacam rindu ingin memelihara kembali anjing lucu. Paling tidak ada yang menyapa disaat pulang dari tempat kerja. Hahaha, ada yang pengen juga? :P

Jumat, 17 Juni 2011

Ketika muka temu muka

strong bonds, trust and deep friendships require physical interaction
Di tulisan sebelumnya saya menulis tentang fungsi media social. Betul, media social memang bisa menjadi tempat mencurahkan perasaan anda. Seperti kata orang-orang, ketika mampu menceritakan apa yang kita rasakan seperempat dari beban itu serasa berkurang, walaupun kita tidak medapat masukan apa-apa. Bukanlah sebagian besar kita bercerita di media social? Akan tetapi kalau kita bisa dapat tiga perempat atau setengah, bukankah itu lebih baik?:P. Dan menurut saya pertambahan beban yang berkurang ini hanya diperoleh ketika anda bercerita muka temu muka dan berbaagi dengan seseorang yang dipercaya. Percayalah, hal itu jauh lebih membantu.
Akhir-akhir ini media sosial menjadi gaya hidup yang wajib diikuti setiap orang. Secara tidak langsung kita diarahkan untuk memiliki akun, sehingga akhirnya dapat berkomunikasi dengan teman, saudara, keluarga pun pacar Dengannya anda akan mudah berkomunikasi dan terhubungkan dengan banyak orang yang terpisahkan oleh jarak dan waktu dengan anda. Mulai dari Y!M, MSN, FB, twiiter, skype dlsb, semakin memudahkan kita untuk berbagi berita pun cerita.
Saya pribadi bersyukur atas adanya fasilitas-fasilitas tersebut, namun sejujurnya ribuan kali chating tidak dapat mengalahkan satu kali pertemuan yang nyata. Muka temu muka. Chat memang bisa membantu, namun sejauh ini emote tertawa ngakak di Y!M seberapa banyakpun di kirim, tidak dapat mengalahkan rasa lega ketika anda tertawa bersama di tempat yang sama. Ada emosi-emosi yang emote secanggih apapun tidak dapat mewakili apa yang kita rasakan. Dan dengan kehadiran orang terdekat membuat anda jauh lebih lega.
Beberapa minggu belakangan ini saya mengalami masa transisi. Ketika saya tinggal di kosan yang sepi, di kantor yang sebagian waktu dihabiskan untuk bekerja. Kondisi ini membuat saya jadi tidak mudah untuk berbagi sesuatu perasaan yang tidak hanya melulu bercerita tentang pekerjaan, namun menceritakan hal-hal biasa. Tertawa biasa.
Dan hari Sabtu kemarin saya tiba di puncak kegalauan pun ke-labil-an :P,. ya tampak seperti anak-anak rasanya ketika mengingat hari itu . dan saya tau kalau begitu, saya butuh bicara. Saya ingin cerita. Kesibukan bekerja secara tidak langsung menelan kebersamaan bertemu dengan para sahabat. Jaman mahasiswa bukan sesuatu yang sulit bagi saya menemukan tempat untuk bercerita. Ada sahabat-sahabat kuliah, ada saudara PA, ada teman-teman kosan, ada banyak orang yang telinganya pasti tersedia. Namun, begitu hidup di Jakarta, menemukannya tidak semudah kondisi mahasiswa. Banyak hal yang membatasi, jarak satu sama lain, waktu yang terasa sedikit, atau kesibukan yang tidak bisa disesuaikan
Awalnya saya hanya ingin muter2 kota Jakarta di malam hari, atau kalau memungkinkan teriak-teriak tatkala melewati lorong jembatan di Jakarta (hahahah, yayaya ini memang tindakan ugal-ugalan yang tidak jadi saya lakukan :P). Setelah mutar-mutar tidak serta merta membuat saya lega. Sedikit mengurangi iya, namun masih ada sisa yang membebani benak. Akhirnya saya dan seorang Abang memutuskan utuk sekedar duduk-duduk di salah satu tempat di Kemang.
Waktu berjalan dan di isi dengan cerita. Di sela-sela pembicaraan tercipta tawa. Suasana semakin indah ketika ditemani Groove dengan music jazz-nya. ditambah segelas milk shake menghilangkan dahaga. Namun di atas semua, yang utama adalah kehadiran orang yang anda percaya untuk melepas segala rasa. Tanpa berada di cafĂ© yang mewah, tanpa alunan music jazz yang indah, saya yakin cerita dan tawa akan tetaplah ada. Menghapus setiap kegalauan yang sedang melanda. Dan itulah yang utama. Cerita dan tawa tercipta . Ya, sesungguhnya , telinga yang mau mendengarkan, dan mulut yang mau diajak tertawa bersama jauh lebih melegakan daripada sebuah liburan mahal.

.






Akhir kata Terimakasih untuk telinga yang mau mendengar, terimakasih untuk tawa kelakar, terimakasih untuk sebuah rasa yang tak bisa diukir lewat kata pun dibayar.