Kamis, 25 Maret 2010

Menemukan Jawaban Melalui Tujuan


Entah dimana dirimu berada, hampa terasa hidupku tanpa dirimu..
Penggalan lirik lagu ini menemani saya melewati malam ini. Lagu ini semakin menyiratkan rasa sepi. Kosan yang sepi karena orang-orang sudah tidur, ditambah juga dengan hati saya yang terasa sepi (alahh..!!). Sepi yang berarti Sedang Pusing (Sedikit dipaksakan,hehehe). Ternyata tidak hanya otak yang pusing, hatipun dapat mengalami hal yang sama. Pusing saat tidak menemukan sesuatu yang mengisinya. Pusing saat diperhadapkan dengan keinginan dan kebutuhan. Pusing untuk hal-hal yang terlalu banyak diketahui (ataukah malah sebaliknya), sehingga tak tau harus berbuat apa.
Kalau lagu di atas ditujukkan untuk seseorang yang pernah mengisi hidup si penyanyi, maka saya pun menyamakannya dengan apa yang saya rasakan sekarang. Hanya saja bedanya, ini bukanlah tentang seseorang tapi sesuatu. Kalau lagu itu lebih menceritakan orang tercinta yang tak tau dimana, saya memiliki hal lain yang tidak tau bersebunyi dimana. Sesuatu ini membuat saya bingung dan terus mencari. Sesuatu ini membuat pikiran saya tak henti-hentinya hingar bingar. Sesuatu ini membuat mata saya sulut terpejam. Sesuatu tersebut mempengaruhi mood dan perhatian saya. Sesuatu yang mungkin dulu telah saya temukan namun perlahan pudar dan bercampur dengan tawaran-tawaran yang membuatnya kabur.
Bak si semut yang terputus dari iring-iringan sesamanya, saya pun merasakan hal yang sama. Serasa berada di jalan yang tidak tau harus dilanjutkan kemana. Ada pilihan untuk ke kanan,ke kiri atau ke depan. Pilihan yang tak memungkinkan saya pilih adalah berbalik atau berdiam. Kedua hal ini bukanlah pilihan yang bijak. Saya tau itu, semua orang yang melihat pun pasti tahu itu. Andai saya disuruh memiih mana yang benar dan salah, maka akan dengan sangat mudah tangan ini menunjuk dan kaki ini melangkah. Andai pilihan antara yang penting dan tidak penting maka akan dengan mudah menentukan yang dinomorsatukan dan yang dinomorduakan. Namun demikian, dalam kenyataanya pilihan-pilihan yang ada membuat saya bingung. Tawaran dari pilihan A membuat saya tergiur, tawaran dari pilihan B membuat saya tergoda, tawaran dari pilihan C tak ingin saya lepaskan. Belum lagi tawaran dari pilihan D,E,F dst (Sesungguhnya pilihan-pilihan yang tersedia tidaklah sebanyak ini..;D). .
Apa yang anda lakukan saat bingung dan diperhadapkan dengan sejuta pilihan (sekali lagi pilihannya tidaklah sebanyak ini..), lari ?membutuhkan penasehat? Atau memilih berdasarkan perasaan?atau berdiam?. Berdiam mengambil waktu sejenak. Berdiam menenangkan pikiran yang dipenuhi sejuta pertimbangan. Berdiam memulihkan hati dan mengarahkannya pada hal yang pasti.
Berdiam menjadi pilihan yang tepat, karena pilihan-pilihan lainnya hanya membuat saya semakin hilang arah.Berdiam dan mencari tahu sesuatu itu. Mencari tahu apa alasan dibalik dari saya mengerjakan A, B, C, D dst. Berdiam dan bertanya kepada hati yang sepi mengajaknya untuk menemukan suara hati. Berdiam dan menenangkan pikiran yang hingar bingar dipenuhi hal-hal yang menjadi pertimbangan.
Tujuan, ya itulah jawabanya. Apa tujuan dari semua ini. Apa yang ingin saya capai di kala memilih. Tujuanlah yang akan menjadi penggerak untuk melakukan langkah selanjutnya. Jika tujuan anda ke Jakarta naikilah bis yang menuju Jakarta bukan yang ke Bogor. Tujuan yang jelas dan pasti akan menghantar anda mencapai kebahagian sejati.
Malam ini saya diingatkan kembali untuk mencari tahu tujuan dari semua yang sedang dan akan saya jalani. Menemukan tujuan yang jelas untuk akhirnya dapat meneruskan langkah dan arah. Menemukan tujuan yang pasti untuk akhirnya hati dan logikapun dapat kompromi. Tujuan mau kemana saya selanjutnya dan apa yang saya harapkan setibanya disana?

** Tujuan yang jelas akan menuntunmu melewati bukit kesulitan, lembah ketakutan, gunung tantangan.
**Tujuan yang jelas akan memberimu kekuatan, keberanian, dan keinginan yang kuat
**Tujuan yang jelas akan menghapus segala kebimbangan dan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang tidak perlu diperhitungkan...


Tiba-tiba terngiang petikan lagu berikut..
Mau di bawa kemana hubungan ini??hahhaha...mari menemukan tujuan, baru melanjutkan langkah..

Ella yang sedang mumet dan ingin menyelidiki ulang tujuannya didatangkan ke dunia..

Nasionalisme : Meninggalkan Jasa Tanpa Harus Membawa Nama

Siapa yang tidak pernah mendengar nama Soekarno, Mohammad Hatta Soetomo atau Ki Hajar Dewantara? Nama-nama tersebut tidaklah asing lagi di telinga kita. Di sekolah kita sering mendengar nama mereka dalam pelajaran sejarah. Mereka adalah orang-orang penting yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Mereka adalah para pemipin Kita semua mengetahui hal itu. Namun, apakah hanya tokoh-tokoh yang dikenang bangsa sepanjang zaman itu yang berjuang untuk kemerdekaan? Tentu tidak. Ada banyak orang lain yang tak terhitung jumlahnya,yang namanya tidak pernah disebutkan dalam pelajaran sejarah. Mereka adalah para pahlawan yang tak dikenal
Jumlah mereka tidak sedikit. Berpuluh-puluh, beratus-ratus bahkan beribu-ribu yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun satu hal yang menjadi persamaan mereka dengan tokoh-tokoh besar di atas adalah semangat juang yang dimiliki. Mereka memiliki kesadaran yang sama untuk kepentingan bangsanya. Bayangan Indonesia merdeka menjadi mimpi mereka setiap saat. Kerinduan untuk mewujudnyatakannya menjadi pemikiran mereka setiap waktu. Rasa benci terhadap penjajahan, rasa kasihan terhadap rakyat yang ditindas, rasa sayang terhadap bangsanya menjadi api yang membakar semangat mereka. Dengan semangat itu mereka bangkit menentang dan mengusir para parasit yang menggerogoti kekayaan bangsa.
Semangat itu menghangatkan tubuh mereka saat malam-malam dan pagi-pagi melawan penjajah. Semangat itu menjadi sumber kekuatan saat rasa lapar menghampiri mereka di medan perang. Semangat itu menjadi penghibur saat rasa rindu terhadap keluarga tak dapat disampaikan karena sedang berperang. Semangat itu menggerakkan mereka untuk menerobos ketakutan, untuk menghilangkan perbudakan di negerinya sendiri.
Perjuangan butuh pengorbanan. Taruhan nyawa bukan masalah bagi mereka. “Asal bangsaku merdeka”, itu yang ada dipikiran mereka ketika berperang. Salah satu hal yang paling berharga bagi manusia rela mereka korbankan. Nyawa. Mereka memliki prinsip dari pada hidup dalam cengkraman penjajah lebih baik mati melawan penjajah.
Sungguh semangat yang tak dapat dilupakan! Sungguh suatu pengorbanan yang tak ternilai! Sungguh suatu perjuangan yang tak sia-sia! Perjuangan itu pun membuahkan hasil. Kemerdekaan sudah tampak di depan mata. Tujuh belas Agustus 1945 adalah buah perjuangan mereka. Beratus-ratus tahun berjuang dari generasi ke generasi akhirnya tercapai juga. Bagi mereka yang berjuang pada detik-detik kemerdekaan, adalah sebuah kehormatan saat mereka bisa mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan. Terharu, gembira, bebas, merdeka mewarnai hati dan perasaan mereka. Saat Bendera Merah Putih dikibarkan dan lagu Indonesia Raya dilantunkan,” Indonesia Raya merdeka merdeka” terus bergema di dalam jiwa mereka. Kematian di medan perang menjadi akhir dari tubuh fisik namun bukan akhir dari semangat mereka. Semangat itu kekal sampai saat ini. Semangat itu tampak pada kebebasan Indonesia yang kita miliki sekarang ini.

Merebut kemerdekaan bangsa adalah bagian mereka, namun mengisi dan memelihara bangsa menjadi bagian kita. Di bawah tekanan penjajah tidak melumpuhkan keberanian mereka, seyogyanya di dalam kebebasan menghidupkan semangat juang kita. Kalau dulu mereka menagis melihat bangsanya dijajah, menangiskah kita melihat permasalahan bangsa ini? Di dalam tangis mereka berjuang, apakah di dalam tangis kita mau memberi diri?
Kalau mereka diminta mengemukakan harapan di akhir hidupnya, mungkin isinya berupa seruan untuk melanjutkan perjuangan mereka. Seruan supaya kita, para pahlawan muda, meneruskan pembangunan bangsa. Merebut kemerdekaan menjadikan mereka pahlawan (meski tak dikenal), memberikan diri membangun bangsa akan menjadikan kita pahlawan pembangunan (yang mungkin juga tak dikenal).
Para pahlawan tak dikenal itu melakukan bagiannya dengan baik. Mereka memberikan dirinya dengan apa yang ada padanya. Mereka tidak meninggalkan nama yang dikenal orang banyak , namun mengajarkan semangat yang kekal. Semangat itu diharapkan mengalir dalam diri generasi penerusnya. Semangat itu telah memampukan mereka menerobos dan melawan penjajah. Bayangkan, jika semangat seperti itu mengisi jiwa saya, jiwa anda, jiwa kita semua. ” Penjajah-penjajah moderen” yang menggerogoti bangsa inipun akan mampu diusir. kita akan dihantar ke gerbang kehidupan berbangsa yang lebih baik, lebih sejahtera dan lebih berbahagia.

Senin, 08 Maret 2010

Keutuhan Berbahasa di Lingkungan Banyak Bahasa

Membahas Indonesia dengan segala kekayaan potensi yang dimiliki tidak akan pernah ada habisnya. Mulai dari kekayaan alam, kekayaan budaya, termasuk dalam hal ini kekayaan bahasa. Banyaknya bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia adalah salah satu kekayaan Indonesia. Setiap daerah menggunakannya sebagai bahasa pengantar mereka. Penggunaan bahasa daerah ini hanya dapat dimengerti oleh sesama mereka, sehingga diperlukan satu bahasa yang dapat mempersatukan setiap orang dari setiap daerah yang berbeda-beda. Oleh karena itu, berdasarkan kesepakatan bersama ditetapkanlah bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa pemersatu yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia. Pernyataan ini digagasi oleh sekelompok anak muda yang merindukan terwujudnya persatuan Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi bukti sejarah untuk pertama kalinya bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa Nasional, bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi, bahasa yang menjadi cirri khas seluruh orang Indonesia
Perjalanan panjang sudah ditempuh sejak Bahasa Indonesia diikrarkan dan disahkan sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indonesia dinyatakan saat memulai perjuangan untuk memasuki kemerdekaan bangsa, sedangkan saat ini bahasa Indonesia sudah dipergunakan dan masuk ke dalam era globalisasi/kesejagatan. Era kesejagatan menghantar bahasa Indonesia mejadi bahasa yang dipertanyakan apakah bahasa yang digunakan masih merupakan bahasa khas Indonesia ataukah sudah memiliki embel-embel tambahan. Penggunaan bahasa Inggris menjadi bahasa Internasional, secara tidak langsung menganaktirikan bahasa Indonesia bahkan oleh orang Indonesia sendiri. Hal ini dapat terlihat dari contoh-contoh kecil yang terdapat dilingkungan masyarakat. Sejak kecil orangtua memilih mengeluarkan uang untuk memberikan anaknya les bahasa Inggris, sedang bahasa Indonesia tidak diajarkan dengan baik. Contoh lainnya para pelajar akan lebih serius belajar bahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia. Mereka beranggapan belajar bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa Inggris. Pemahaman seperti ini semakin mengecilkan nilai dari bahasa Indonesia itu sendiri. Alhasil, saat ini kita melihat bahasa Indonesiapun seperti kehilangan kata-kata tertentu. Bahasa Indonesia mengalami pencampuradukan dengan bahasa lain. Penggunaan kata-kata yang kebarat-baratan sering ditemui di tengah-tengah masyarakat. Kalau bahasa menunjukkan jati diri bangsa, maka apakah penggunaan bahasa yang demikian menunjukkan jati diri orang Indonesia?
Perdagangan bebas di Indonesia akan benar-benar dilaksanakan pada tahun 2010. Pencampuran bahasa akan semakin terasa di lingkungan kita. Banyak orang yang akan datang dari negara lain bekerja di Indonesia. Pada awalnya mungkin akan membawa bahasa Internasional¬¬−dalam hal ini Bahasa Inggris−, namun mungkin saja nantinya bahasa mereka sendiri akan mengisi percakapan kita sehari-hari. Hal ini dikerenakan mereka melihat ketidakutuhan masyarakat Indonesia sendiri dalam berbahasa.
Oleh karena itu, menanti waktu yang tinggal sebentar lagi, mari kita cegah mulai saat ini. Pribahasa yang berbunyi “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung” sebaiknya benar-benar diterapkan di seluruh lingkungan Indonesia. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti: pertama, untuk pemerintah bisa menetapkan aturan dalam lingkungan kantor menggunakan Bahasa Indonesia, baik di swasta maupun negeri. Lingkungan pendidikan, mahasiswa luar negeri di wajibkan menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan mereka sehari-hari. Untuk para pendidik dan orangtua mengajari anak berbahasa Indonesia dengan benar khususnya di lingkungan sekolah. Untuk para anak muda yang merasa lebih “keren” jika menggunakan bahasa gaul dan bercampur bahasa Inggris mari menghentikan pandangan tersebut. Kita akan tampak lebih keren jika berbahasa dengan utuh. Ketika percakapan itu membutuhkan bahasa Inggris gunakan Bahasa Inggris namun jika Bahasa Indonesia berbahasalah dengan tepat dan utuh.
Sehingga nanti saat perdagangan bebas sudah benar-benar di depan mata, saat bahasa sudah beranekaragam di telinga, saat banyak kata yang berbeda keluar dari mulut keutuhan Bahasa Indonesia tetap terjaga. Bahasa Indonesia tetap menunjukkan jati diri Bangsa Indonesia, di dalam keberagaman namun tetap menjadi simbol persatuan

Nasionalisme : Merongrong Masyarakat Dengan Jiwa Gotong Royong

Setiap bangsa memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Keunikan ini dapat terlihat dari banyak hal seperti suku, bentuk wilayah, warna kulit masyarakatnya, sifat atau ciri yang dimiliki oleh masyarakat tesebut. Sebut saja orang Jepang terkenal dengan keuletannya dalam bekerja, orang Yahudi terkenal dengan kecerdasan otaknya dll. Ciri khas juga dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keberagaman suku dan budaya menjadi sumber keberagaman karakteristik orang Indonesia. Kepribadian terbentuk dari kondisi sukunya. Ada suku yang dikenal dengan kelembutannya, ada yang dikenal dengan sifatnya keras, ada pula yang dikenal dengan kepiawaian dalam berdagang dll.
Namun perbedaan karakteristik pada suku-suku tersebut bukan menandakan tidak ada ciri khas Indonesia secara umum. Satu dari sekian banyak ciri atau sifat orang Indonesia adalah gotong royong. Kata ini sering disebutkan dalam pelajaran kewaganegaraan ketika masih duduk di Sekolah Dasar. Gotong royong adalah suatu kondisi dimana satu sama lain saling membantu agar tercipta kebahagiaan dan kerukunan dalam hidup bermasyarakat. Soekarno pernah mengatakan dengan ciri gotong royong yang melekat dalam diri orang Indonesia maka Indonesia dapat menjadi negara yang kuat dan berprinsip. Gotong royong mengalahkan sifat mementingkan diri sendiri, gotong royong mampu menepis perbedaan dalam masyarakat, gotong royong memudahkan selesainya pekerjaan, gotong royong menjadi langkah maju secara bersama-sama dan bahu membahu mengejar ketertinggalan.
Salah satu budaya gotong royong yang sering dilakukan bangsa Indonesia adalah saat musim panen. Setiap orang secara bergantian membantu panen orang lain. Hari ini menyelesaikan panen si A, besok menyelesaikan panen si B, besoknya lagi bergantian menolong si C begitu seterusnya sampai selesai masa panen. Kebersamaan, persaudaraan, rasa memiliki, kepedulian tercermin dari sikap gotong royong tersebut.
Perkembangan zaman tanpa terasa mengikis karakter bangsa Indonesia dalam bergotong royong. Tradisi gotong royongpun sudah jarang terlihat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Saya ingat ketika masih kecil dulu, sering ada kegiatan membersihkan desa bersama seluruh warga masyarakat. Namun kebiasaan ini sudah tak terlihat lagi khususnya diperkotaan. Kegiatan membersihkan desa/lingkungan sekitar menjadi pekerjaan buruh yang dibayar. Sifat atau karakter ini sudah bergati wujud menjadi memikirkan diri sendiri. Tetap melakukan gotong royong namun untuk kepentingan diri sendiri.
Pudarnya jiwa Gotong-royong
Gotong-royong untuk kepentingan diri sendiri dapat dilihat dari tindakan para petinggi negeri ini. Di kalangan pejabat sendiri istilah gotong royong sudah menjelma menjadi gotong bohong. Mereka secara bersama-sama melakukan korupsi. Lihat saja seperti kasus BLBI, bersama-sama dari kalangan yang sama mengambil duit rakyat untuk diri sediri. Secara bersamaan mereka tolong menolong untuk membohongi dan menipu negara . Contoh lainnya adalah gotong royong dalam menghabisi nyawa orang lain. Mereka duduk bersama, memikirkan, menemukan cara yang tepat untuk menghabisi nyawa orang lain. Mereka bergotong royong untuk kepentingan masing-masing.
Adalagi semangat gotong royong yang terlihat mulia akan tetapi berbahaya. Gotong royong dijadikan sebagai kain penutup untuk kepentingannya sendiri. Ingat dengan kejadian Situ Gintung? Ketika tragedi itu terjadi, banyak calon pejabat dan pejabat berbondong-bondong datang untuk mengulurkan bantuan. Kita dapat melihat di televisi bagaimana mereka memberikan bantuan dan terjun langsung kelapangan untuk bertemu dengan para korban. Mulia bukan? Tapi tunggu dulu, itu terjadi di masa pemilu. Mereka berbodong-bondong untuk menarik simpati masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat memberikan hak pilih umtuk mereka. Kondisi ini menunjukkan harga yang harus dibayar untuk mau bergotong royong. Sekarang coba bandingkan dengan gempa bumi yang baru terjadi sebulan yang lalu. Adakah pejabat yang turun langsung kelapangan dan menolong para korban? Kalaupun ada mungkin hanya pemerintah setempat yang memang memiliki tanggungjawab terhadap para korban tersebut. Gotong royong tidak lagi menjadi tolong menolong untuk kepentinganmu namun sudah berubah menjadi kepentinganku.
Mengapa karakter gotong royong ini bergeser dari jiwa orang Indonesia? Ada beberapa alasan yang bisa saya kemukakan. Pertama, Orang Indonesia kurang mengenal jati diri bangsanya, pelajaran sejarah yang diperoleh di sekolah hanya dimengerti sambil lalu saja. Nenek moyang yang dipelajari senang gotong royong didengar masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Kedua, orangtua kurang mengajarkan gotong royong kepada anak-anaknya. Anak-anak dibiarkan bertumbuh dan dididik mengerjakan pekerjaan secara tersendiri. Hal ini mendidik untuk mandiri baik namun anak-anak jadi kurang peka terhadap kepentingan orang lain. Ketiga, persaingan dan tantangan jaman yang semakin ketat sehingga manusia diajak untuk berfikir menyelamatkan diri sendiri dari pada membantu orang lain untuk maju bersama. Keempat, perkembangan teknologi memudahkan manusia mengerjakan pekerjaannya tanpa harus dibantu oleh orang lain. Kelima, tidak ada lagi contoh yang bisa ditiru untuk semangat gotong royong ini. Para pemimpin yang seharusnya menjadi panutan malah lebih sering menimbulkan ejekan. Mereka sering duduk bersama, namun tidak bekerjasama. Hal yang sering terjadi adalah mengutamakan kepentingan kelompoknya daripada kepentingan bangsanya.
Gotong royong wujud dari nasionalisme
Orang sering mengartikan nasionalisme sebagai wujud cinta terhadap bangsanya. Wujud cinta tanpa tindakan sama saja dengan perkataan tanpa perbuatan yang berarti nol besar. Wujud cinta terhadap bangsa tidak harus dilakukan dengan tindakan yang besar seperti melakukan aksi unjuk rasa dengan alasan untuk menyuarakan suara rakyat. Wujud cinta tidak harus berupa memberikan jiwa raganya untuk bangsa dan negara (kalaupun ada yang melakukannya sungguh suatu bentuk wujud cinta yang mulia). Akan tetapi wujud cinta terhadap bangsa dapat dinyatakan melalui contoh-contoh sederhana. Salah satunya adalah menghidupkan kembali budaya gotong-royong di tengah tengah masyarakat.
Budaya gotong royong dapat diterapkan dalam setiap aspek dan setiap usia, namun mungkin bukan lagi dalam bentuk seperti jaman dahulu. Kebutuhan masa sekarang dengan masa dulu sudah berbeda. Keadaan sekarang dan dahulupun berbeda. Anak-anak yang mampu bersekolah dapat bergotongroyong menolong temannya yang kesulitan mengikuti pelajaran. Mereka dapat belajar bersama sehingga temannya yang kesusahan dapat tertolong. Para pemuda yang duduk sambil tertawa menyantap sepotong roti “Breadtalk” atau segelas “Starbucks” dapat bergotongroyong dengan membeli satu potong dan memberikan kepada anak jalanan. Dengan demikian, hal tersebut sudah menolong anak jalanan terhindar dari rasa lapar untuk hari itu. Pelajar sudah bergotongroyong menolong bangsanya ketika belajar dengan tekun dan menguasai ilmunya. Ibu-ibu atau para wanita yang senang berbelanja, sudah bergotongroyong dengan membelikan sepotong pakaian dari harga termurah dan memberi kepada pengemis yang mungkin tidak berganti baju dalam sebulan. Membayar pajak penghasilan oleh orang yang sudah memiliki pekerjaan tetap adalah salah satu bentuk gotong royong dll dll.
Budaya gotong-royong tidak hanya dapat diterapkan dari satu individu ke individu lainnya, namun dapat juga diterapkan dari satu sektor ke sektor lainnya. Sebagai contoh, sektor pertanian butuh sokongan dari sektor perhubungan, perindustrian dan perdagangan. Misalnya saja, produk pertanian yang akan dipindahkan dari produsen kepada konsumen. Jalan yang baik akan mendukung keberadaan dan keutuhan produk sampai di tempat tujuan dengan kondisi yang bagus. Nilai produk pertanian tersebut akan lebih tinggi ketika mampu diolah lewat industri sehingga memberinya nilai tambah. Harga produk tersebut akan menguntungkan bagi petani dan juga konsumen ketika tataniaganya bejalan dengan baik. Salah satu contoh yang sederhana, suatu bentuk gotong-royong dari sektor-sektor. Apa jadinya jika setiap sektor hanya berusaha sendiri? Maka produk pertanian akan mengalami penurunan, industri akan kekurangan bahan baku sehingga harus mengimpor yang akhirnya merugikan masyarakat sendiri.
Gotong royong akan menolong bangsa, mungkin bukan dalam waktu yang singkat namun mampu memberikan manfaat. Saat “gotong-royong” benar-benar digalakkan maka bukti dari kata-kata Bung karno di atas bisa terlihat. Dengan demikian ciri khas bangsa Indonesia yang bersifat gotong-royong tidak hilang dimakan oleh jaman, namun terlihat dalam menghadapi perkembangan untuk Indonesia yang lebih baik.

perbedaan mengalahkan rasa

Aku masih bisa menghitung kali keberapa hal ini kualami. Seluruh jari di salah satu telapak tanganku pun terlalu banyak untuk mewakilinya. Merasakan hal yag sama kembali meskipun tidak dengan akibat yang sama. Siap jatuh cinta berarti siap patah hati belum terlaksana di hati ini. hmm...setelah sekian lama aku tidak membuka hati, akhirnya aku merasa tertarik padanya. Seorang pria seumuran denganku, tidak terlalu tinggi namun jika disandingkan denganku cukup tinggi. Berkarakter kuat, cerdas dan berwibawa, cakep pastinyalah^^ satu hal lagi kepiawaiannya bermain alat musik tak usah diragukan.
Kesalahan yang dia buat adalah saat dia memberiku harapan ada rasa di dalam sana. Kesilapan yang kulakukan adalah saat kunci hati kuserahkan padanya dan kuijinkan untuk dibuka olehnya. Ahh...sedih hati ini jika mengingatnya. Aku sudah membawanya dalam doa. Sudah menyambut setiap perhatiannya. Namun ternyata untuk saat ini dia bukan untukku. Terlalu naïf dan terlalu cepat dulu membuka hati ini.
Aku ingin menangis dalam diam, agar mereka tak tahu bahwa aku menangis karenanya. Inginku menghindar darinya karena dia tak tau betapa aku tersiksa bila melihatnya. Sahabat, ah tampaknya tak bisa jadi sahabat, hanya bisa jadi teman. Mungkin hanya itu untuk saat ini meskipun aku butuh waktu untuk dengan tulus menjadikanmu teman. Andai perbedaan itu bukan masalah, mungkin akan lebih banyak cerita yang yang ditutur, akan lebih banyak kisah yang akan diukir, akan lebih banyak rasa tercipta yang tak dapat diukur.
Untukmu....
aku tidak menyesali setiap pertemuan,
setiap percakapan, setiap tawa dan canda yang pernah ada
Satu hal yang kusesali adalah aku tidak menyiapkan diri untuk patah hati.


Persamaan-persamaan yang tampak seakan membungkam perbedaan yang tersembunyi. Dan tanpa disadari perbedaan kecil itupun menjadi penghambat rasa yang hampir menyatu. Perbedaan itupun menjadi penyambung jatuh cinta menjadi patah hati. Dan perbedaan itu menjadi alasan pemisah rasaku dan rasamu. Berdoa yang terbaik bagimu dan aku percaya kaupun berdoa yang terbaik untukku..


...Tiada yang salah dengan perbedaan
Yang salah adalah sudut pandang kita
Yang tidak bisa disatukan dan diakurkan...

Nordenny ella, 22:30...6 maret 2010
Saat rasa tak dapat bersama goresan ini dan airmata menjadi buktinya..


***catatan iseng disaat heng (hahaha,maksa harusnya hang^^)..
***berdasarkan imajinasi yang pernah dirasakan oleh orang lain..